Selasa, 06 November 2018

Yusril Merapat Ke JM, "Senyumin Ajah"


 Bismillah…
Berita tentang Prof DR Yusril Ihza Mahendra yang viral sekarang ini dan menanggapi pertanyaan-pertanyaan teman-teman baik japri atau yang lainnya, maka saya menyatakan sikap sebagai ketua DPC PBB Kab. Bandung berikut : Reaksi pertama adalah senyuman yang tak hilang dari bibir ini ketika teringat dan memperhatikan tanggapan dari masyarakat umum dan kader partai bulan bintang ini khususnya…

Kenapa? Karena ketika Prof membela Bu Rahmawati dan Prof gugat 2 pasal makar ke MK, Masyarakat dan Kader partai yang sekarang ikut menghujat, pada waktu itu tidak lantas membawa-bawa PBB menjadi besar atau setidaknya mengangkat nama PBB itu sendiri. Ketika Prof membela warga batang, menolak perppu nomor 2/2017 tentang ormas, masyarakat dan kader partai biasa-biasa saja tuh. Ketika Prof membela seorang nenek di Gianyar hingga ke MA, public dingin dan kader juga tidak banyak tau apalagi bersikap. Ketika beliau bela Bapak Sri Bintang dan kawan-kawan, sama seperti itu tidak ada yg menyangkut-pautkan pengabdian beliau dengan partai ini…

Dan masih banyak segudang pengabdian beliau yang gemilang yang takan pernah habis tulisan ini membahasnya…kecuali mesti saya sebut juga ketika beliau menjadi pengacaranya Bapak Prabowo-Hatta pada waktu itu….apa yg disangkutpautkan dengan PBB…hehehe tidak juga..
Add caption

Sekarang ketika beliau sebagai pengacara diisukan menjadi pengacaranya bapak Jokowi dan Kiayi Ma’ruf, langsung ramai-ramai menghujat PBB…hehehe LUCU Bagi Saya Sebagai Ketua DPC PBB Kab. Bandung dengan tegas menyatakan; Bapak Prof DR. Yusril Ihza Mahendra sebagai seorang pengacara seperti biasanya dan seperti pengacara yang lain berhak menjadi pengacara siapa saja…

PBB adalah partai politik yang kebetulan sekarang dipimpin oleh beliau,  tetapi Keputusan Partai ada mekanisme yang berlaku dan bukan apa yang menjadi sikap beliau menjadi sikap partai.Partai akan memutuskan akhir Tahun ini.PBB Kabupaten Bandung yang saya perhatikan dan rasakan sangat dekat dengan pasalon Prabowo-Sandi, bahkan ada caleg kita yang menjadi pimpinan di Timses kab atau Kabupaten Kota, bahkan ada yang tersibukan mendukung dan kampanye pasalon Prabowo-Sandi sampai-sampai lupa tugasnya sebagai caleg PBB yang harus memenangkan kursi DPRD KAB. Bandung!

Jadi yang harus ditanya itu bukan terus-menerus kita, tentang sikap kita, kita mah sudah jelas dari dulu juga sesuai dengan sikap ketum, kalau pun calon tunggal bapak Jokowi lebih baik kita mendukung kotak kosong!!!

Semua Partai pendukung juga punya tugas memenangkan partainya masing-masing diparlemen…PBB itu partai yang tidak punya DEWAN DPR-RI, partai yang tidak punya UANG, sudah mah harus berjuang jatuh bangun memenangkan jihad konstitusi, lantas dibebani yang lain2…!!!

Yang Paling dan Sangat penting buat saya adalah bagaimana kita bisa menghantarkan perwakilan  di DPR RI, DPRD Prov dan Kabupaten Bandung…hidup PBB!!!

Terimakasih dan mohon maaf

Nasrun Hudaya, S.Pd.I
Ketua DPC PBB KAB BANDUNG


Senin, 15 Oktober 2018

TIDAK MAIN-MAIN IKUT PEMILU 2019, PBB Kab. Bandung Gelar Bimtek dan Pembekalan Caleg



Hari Ahad yang Bertepatan tanggal 14 Oktober 2018 Dewan Pimpinan Cabang Partai Bulan Bintang Kabupaten Bandung Menggelar kegiatan Bimtek dan Pembekalan kepada Para Calon Anggota DPRD Kab. Bandung. Hal ini dilakukan, merupakan bagian rentetan Strategi Pemenangan Partai Bulan Bintang Kabupaten Bandung dalam mengikuti Pemilu 2019.

Diharapkan dengan diselenggarakannya kegiatan ini, para caleg PBB untuk DPRD Kab. Bandung Mampu dan siap menghadapi tahapan-tahapan pemilu 2019 hingga akhir. Dalam sambuatannya Nasrun Hudaya, S.Pd.I sebagai Ketua DPC PBB Kab. Bandung menyatakan PBB Kab. Bandung Siap Menang dengan semangat Militansi Caleg, Kader dan Pengurus PBB Kab. Bandung. Beliau juga menyatakan dengan Tegas bahwa Jika ada Caleg PBB Kab. Bandung yang melakukan kerjasama dengan caleg partai lain dalam raih suara untuk kepentingan pribadi saja dan meletakan kepentingan Partai, maka tak segan-segan akan sanksi kepada caleg yang bersangkutan.

Pada kegiatan Bimtek dan Pembekalan caleg ini juga dihari oleh Ketua Majelis Syuro PBB DR. H. MS. Kaban, SE.,M.Si dan beliau juga merupakan salah satu Calon Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Jabar 2 ( Kab. Bandung dan Kab. Bandung Barat). Pada sambuatannya MS. Kaban menyatakan bahwa Pemilu 2019 tidak hanya memilih Presiden tetapi Pemilu 2019 juga memilih Anggota DPR RI, DRPD Provinsi dan DPRD Kab/Kota. #2019gantiAnggotaParlemen DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota oleh caleg-caleg dari PBB. Hadir juga Caleg PBB untuk DPRD Provinsi Dapil Jabar 2 (Kab. Bandung) Teh Nunung Nurhasanah Nomor urut 3 dan kang Gunawan Mansyur nomor urut 10.

Narasumber yang hadir dalam kegiatan Bimtek dan Pembekalan Caleg PBB untuk DPRD Kab. Bandung ini juga dihadiri Ketua KPUD Kab. Bandung Bapak Agus Baroya, S.P.,M.M dan Bapak Ari Hariyanto dari Bawaslu Kab. Bandung. Dalam pemaparannya, diharapakan kepada para caleg untuk senantiasa patuh terhadap regulasi UU Pemilu 2019 baik yang tertuang dalam PKPU, Surat Edaran KPU dan lainnya yang menyangkut kepemiluan 2019.

Materi kedua pada kegiatan Pembekalan Caleg dengan Tema Materi Strategi Pemenangan Pemilu 2019 di Kabupaten Bandung, di isi oleh Mang Dadan Dania sebagai pupuhu Partai Bulan Bintang dan pemateri kedua adalah Bang Sabar Sitanggang. Pada sesi ini para Caleg dijejali dengan materi bagaimana Strategi Perang para Caleg untuk tempur dilapangan. Namun dari beberapa strategi yang disajikan, satu hal yang harus tetap jadi pedoman para caleg PBB itu yakni LURUSKAN NIAT dan LIBATKAN ALLOH dalam setiap gerak-gerik perjuangan Partai Bulan Bintang. #kml

Pemilu 2019 : Partai Bulan Bintang Kab. Bandung

Pemilu serentak yang akan digelar pada tanggal 17 April  tahun 2019 merupakan pertama kali Pemilu yang diselenggarakan dengan 5 Kartu Surat suara, yaitu Pemilihan Presiden, Pemilihan DPD, Pemilihan Legislatif ( DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/kota). Sejak 2017 tahapan-tahapan pemilu telah dilaksanakan hingga sekarang, mulai tahapan pendaftaran Partai Peserta Pemilu sampai Tahapan pencalonan Legislatif dan calon Presiden. 

Sama halnya kabupaten Bandung, setelah melalui tahapan-tahapan yang telah dilalui ada 16 Partai Peserta pemilu dengan 15 Partai Mengusulkan Calon Anggota DPRD Kab. Bandung dan 1 Partai yang tidak mengusulkan calon anggota DPRD Kab. Bandung. 

Partai Bulan Bintang Kab. Bandung dinyatakan sebagai Peserta Pemilu 2019 dengan 45 Calon Anggota DPRD Kab. Bandung tersebar di 7 daerah pemilihan. sebagai Partai yang telah berusia 20 tahun, PBB Kab Bandung optimis meraih kursi DPRD pada pemilu kali ini. 







Data TPS Pemilu 2019 di Kabupaten Bandung

Berdasarkan hasil penetapan Jumlah Daftar Pemilih Tetap yang telah ditetapkan pada tanggal 13 September 2018 adalah 2.380.188 Pemilih yang tersebar di 10.338 TPS. Dan sampai hari ini masih juga dilakukan penelitian Pemilih oleh pihak KPUD dan Bawaslu Kab. Bandung

Berikut saya sampai DPT Pemilu 2019 di Kab. Bandung.

Daerah Pemilihan BANDUNG 1
Terdiri dari 5 Kecamatan dengan 298.433 Pemilih dan 1.348 TPS. Jumlah TPS ini tersebar di beberapa desa, meliputi :

Kecamatan Ciwidey
1 CIWIDEY
Kecamatan Kutawaringin


Kecamatan PASIRJAMBU


Kecamatan RANCABALI



Kecamatan SOREANG

6 SADU


Daerah Pemilihan BANDUNG 2

Kecamatan DAYEUHKOLOT

Kecamatan KATAPANG

Kecamatan MARGAASIH

Kecamatan MARGAHAYU
3. SAYATI


Daerah Pemilihan BANDUNG 3

Kecamatan BOJONGSOANG


Kecamatan CILENGKRANG

Kecamatan CILEUNYI

Kecamatan CIMENYAN



Daerah Pemilihan BANDUNG 4

Kecamatan CICALENGKA

4. CIKUYA
5. DAMPIT
7. NAGROG
12. WALUYA


Kecamatan CIKANCUNG


Kecamatan NAGREG
1. BOJONG
2. CIARO
8. NAGREG

Kecamatan RANCAEKEK

Derah Pemilihan BANDUNG 5

Kecamatan IBUN
1. CIBEET
2. DUKUH
3. IBUN
10. SUDI
11. TALUN

Kecamatan MAJALAYA
1. BIRU
2. BOJONG

Kecamatan PASEH
3. CIPAKU
7. LOA

Kecamatan SOLOKANJERUK

Daerah Pemilihan BANDUNG 6

Kecamatan BALEENDAH
1. ANDIR

Kecamatan CIPARAY

Kecamatan KERTASARI

Kecamatan PACET

Daerah Pemilihan BANDUNG 7
Kecamatan ARJASARI

Kecamatan BANJARAN
3. CIAPUS

Kecamatan CANGKUANG
5. NAGRAK

Kecamatan CIMAUNG

Kecamatan PAMEUNGPEUK

Kecamatan PANGALENGAN




Kamis, 16 Agustus 2018

Yusril Ihza Mahendra, Sang “Masyumi” Paling Akhir











Kontributor Taufik Saifuddin

SIAPA yang tak kenal dengan Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi)? Pertanyaan ini bisa saja membuat generasi kini terdiam, menoleh sambil mengerutkan kening dan enggan mengacungkan tangan. Namun, partai tak berumur panjang ini berperan membesarkan Yusril Ihza Mahendra. Salah satu politisi sekaligus praktisi hukum termasyhur di Tanah Air.

Yusril anak kampung, tumbuh besar lewat lantunan ketipung. Pembelajar ulung sejak muda dan pejuang hingga sekarang. Peluh bercucur namun keluh tak pernah dilontarkannya. Ia memosisikan politik sebagai pilihan dan berpartai adalah jalan hidup. Ya, Partai Bulan Bintang (PBB), tempat di mana ia kini menjadi pemangku pimpinan.
"Usia PBB telah 20 tahun, jika dibandingkan dengan Partai Masyumi dulu, didirikan 7 November 1945, dan dibubarkan tanggal 19 Agustus 1960, berarti usianya hanya 15 tahun. PBB tak sebanding dengan prestasi Masyumi," ujar Yusril saat Halal bi Halal PBB beberapa waktu silam.
Yusril lalu berkisah, zaman berganti, seiring keadaan politik terus berubah. Saat awal merdeka, orang memilih partai seperti menentukan jalan hidupnya masing-masing.
Kala itu, pilihan berpartai kemungkinan besar ada tiga, jadi Nasionalis ikut PNI, bila Islamis ikut Masyumi, dan jika komunis ikut PKI. Yang lain ada, tapi tak sebesar pengaruh ketiga partai itu. Sekali lagi, bagi Yusril, orang masuk partai adalah pilihan hidup; tempat di mana orang berjuang habis-habisan, mati-matian. Tak banyak pikir ini dan pikir itu. Kolektor barang antik ini menilai, sekarang, orang masuk partai banyak sekali pertimbangannya, dan banyak sekali hitung-hitungan untung-ruginya.
"Saya generasi yang lama, yang masih dipengaruhi oleh suasana partai-partai awal kemerdekaan tahun 1960-an, seperti Masyumi. Beda dengan generasi sekarang," ucap Yusril sembari mengepalkan tangan.
Yusril tak sekadar ingin berpesan, layaknya sang tua kepada sang muda. Dengan segenap energi, generasi baby boomers ini tetap ingin berpartisipasi, menikmati ruang altruisme politik bersama generasi milenial.
Ayahnya, Idris Haji Zainal Abidin, adalah idola. Di hela napasnya, ada embusan Masyumi. Di derap langkahnya, terpatri cita-cita Masyumi. Keteladanan itulah yang membentuk sikap politik Yusril, di mana konsistensi dalam berpartai adalah kata kuncinya.
Dikisahkannya, sang Ayah ketika terjadi tragedi politik pembubaran Partai Masyumi, wajahnya sedih tapi tak setetes pun linangan air mata keluar saat menurunkan bendera Masyumi di halaman rumahnya. Peristiwa itu terjadi saat Yusril kecil mengeja kata politik pun belum begitu fasih.
"Saya masih ingat peristiwa itu," ucap Yusril sambil tertunduk. Orangtuanya kerap berujar, sekali Masyumi tetap Masyumi. Diakui oleh fans Iwan Fals ini, dirinya banyak terpengaruh dari sikap dan alam pikiran itu.
Lagi-lagi, kata “konsisten” keluar dari mulut Yusril. Kata sifat itu seolah harus menjadi predikat saat orang memilih berpartai, di kala susah di kala senang. Tak elok, menjadi anggota partai untuk hanya menikmati kesenangan. Sebab, pilihan selalu jatuh pada apa yang kita perjuangkan.
Ketika seseorang memilih untuk berpartai, makna “konsistensi” adalah buah dari pilihan hidup tersebut. “Kita tidak menjadi anggota partai seperti orang mau beli baju, kalau tidak suka kita ganti dan kita gantung sembarangan, atau kita sedekahkan pada orang lain," kata Yusril dengan penuh nada tegas.
Konsistensi, baginya, adalah kerja nyata yang pada akhirnya membentuk sikap kedewasaan dalam berpolitik. Dari konsistensi, lahir loyalitas, tak berarti fanatisme yang membendung nalar kritis.
Sikap kedewasaan berpolitik itu pernah ditunjukkan Yusril dalam satu episode Reformasi. Kala itu, Yusril didaulat menjadi salah satu calon presiden. Ia memilih mundur. Alasannya persatuan. Di samping itu, sebagai anak kandung Masyumi, Yusril hendak membayar utang.
"Kalau saya tidak mundur, belum tentu Gus Dur jadi presiden," kenangnya. Setelah Abdurrahman Wahid absah sebagai presiden pertama era Reformasi, Yusril diminta menghadap. Ia hadiri perintah mantan saingannya itu. Dengan semangat baru, penulis pidato pengunduran diri Presiden Soeharto ini menemui Gus Dur di Wisma Negara lantai 3.
Selang beberapa lama, saat hendak pulang, Yusril bertemu dengan salah satu kiai Nahdlatul Ulama (NU), Abdullah Faqih namanya. Dengan nada santun, Kiai Faqih berkata pada Yusril, "Kami terima kasih sama sampean."
“Kenapa?" tanya Yusril.
"Sampean sudah ikhas mundur jadi capres dan karena itu Gus Dur terpilih jadi presiden," cerita Yusril meniru dialeg Jawa Kiai Faqih.
Tiba-tiba, Yusril menatap langit-langit. Diambilnya napas panjang, lalu melanjutkan kisahnya.
Pada 1952, NU memutuskan keluar dari Masyumi. Musabbabnya gegara faktor penentuan Menteri Agama yang akan diutus Masyumi ke Kabinet Wilopo (Wilopo adalah tokoh PNI saat itu).
Kala itu, pilihannya adalah Wahid Hasyim (didukung NU), Faqih Usman (didukung Muhammadiyah), dan Osman Ralibi (didukung Wasliyah dan Ulama Aceh). Perdebatan sengit dan panjang pun tak terhindarkan, di sebuah malam dalam rapat Masyumi.
Musyawarah buntu, voting pun dilakukan. Terpilihlah Faqih Usman sebagai Menteri Agama usungan Masyumi. Seminggu kemudian, dalam Muktamar NU di Palembang, NU memutuskan mundur dari Masyumi.
"Pak Kiai Faqih, kursi Menteri Agama pada 1952 itu sudah saya bayar dengan mundurnya saya sebagai calon presiden," ucap Yusril pada Kiai Faqih dengan senyum semringah.
Kedewasaan sikap dalam berpolitik dipegang teguh Yusril dari pendahulunya, generasi berprestasi Masyumi pada zamannya. Yusril tak ingin sampai pada satu kesimpulan bahwa pada akhirnya dengan demokrasi yang liberal ini, dengan demokrasi yang satu orang satu suara ini, yang menentukan adalah kaum pemilik modal.
Ia tetap optimis akan masa depan tanah airnya. Semakin membaik dan sejahtera. Itulah Yusril, sosok serius tapi selalu modis. Kritis dan pantang mengemis. Di pundak generasi muda, ia mendambakan lahirnya revisionis Muhammad Natsir, begawan politik yang sangat dikaguminya.

Minggu, 18 Maret 2018

PBB: Siapkah Menjadi Anshar?

Sabar Sitanggang
Kepala Sekretariat Lembaga Advokasi dan Pembelaan Hukum Bulan Bintang Pusat

sumber : http://www.suara-islam.com/read/kolom/opini/25423/PBB-Siapkah-Menjadi-Anshar

“Kata berjawab, gayung bersambut. Pucuk dicinta, ulam tiba!” Begitu ungkapan lama Puak Melayu menyebutnya. Ungkapan yang penuh makna. Dan ungkapan lama itu itu menjadi tampak relevan saat ini, setidaknya menggambarkan kegentingan tahun-tahun politik ke depan, hubungannya dengan posisi politik umat Islam khususnya.
Beberapa waktu lalu, tak lama berselang, setelah Prof. Jimly Asshidiqie, Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), mengatakan bahwa sebaiknya HTI berubah menjadi ormas biasa saja,kemudian, bisa bergabung dengan PBB bersama Yusril Ihza Mahendra, Ketua Umum PBB, Prof. Yusril Ihza Mahendra, yang juga rekan se-almamater Prof. Jimly itu,  merespon, “PBB siap sedia untuk menerima HTI dan FPI untuk bergabung. Saya menilai, saran Prof Jimly adalah saran yang positif dan mudah-mudahan mendapatkan respons yang positif pula dari para ikhwan anggota HTI yang dibubarkan dan anggota FPI di seluruh Tanah Air.” Meskipun, respons Prof. Yusril itu, masih ada catatan pinggirnya, “...dengan tentunya, mengharapkan para ikhwan tersebut memahami dan menerima AD/ART, Tafsir Asas, program, dan tujuan perjuangan PBB,” kata Prof. Yusril.
***
Usai memenangi sengketa proses Pemilu di Bawaslu atas KPU yang memutuskan bahwa PBB tidak memenuhi syarat verifikasi faktual, beberapa survei singkat atas elektabilitas PBB menunjukkan peningkatan signifikan. Popularitas Prof. Yusril pun terdongkrak naik. Pembelaan Prof. Yusril, yang diidentikkan dengan PBB sendiri, terhadap HTI di Pengadilan dan terhadap diri Imam Besar FPI, telah melahirkan simpati yang luar biasa dari berbagai elemen ormas Islam khususnya dan tokoh-tokoh secara individual, bahkan kalangan artis.
Lepas dinyatakan menang dan sebagai perserta Pemilu bernomor urut 19, PBB kebanjiran dukungan dan peminat calon legislative (caleg). Sampai tulisan ini diturunkan, beberapa tokoh ormas, kelompok masyarakat, artis, pengusaha, telah silaturrahim ke Markas Besar dan kantor Wilayah serta kantor Cabang PBB. Bahkan sudah ada yang mengambil formulir pendaftaran caleg, baik untuk tingkat DPR RI, DPRD Propinsi, dan atau DPRD Kabupaten/Kota. Apakah ini era kebangkitan partai yang mengambil insipirasi dan perjuangan politiknya dari pendahulunya, Partai Masjumi?
***
Mencermati fenomena yang cepat ini, penulis teringgat dengan kisah indah sepanjang masa. Kisah tentang bagaimana Pemimpin Besar Umat Islam Dunia dan Akhirat, Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, membangun dan menunjukkan serta memaknai apa itu arti persaudaraan dalam perjuangan.
Ini sekelumit kisah haru yang tercatat dalam sejarah! Kisah yang dibangun oleh Iman Tauhid yang terpatri kuat dalam dada kaum Muslimin di zaman pengasuhan Rasulullah. Sepenggal kisah sederhana yang indah, namun, untuk ukuran hari ini, ‘terasa sulit’ untuk kita ulangi. Apatah lagi telah lahir sekat-sekat struktural dan hubungan-kuasa di dalamnya.
***
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhumenceritakan: Ada seseorang yang mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam(dalam keadaan lapar), lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke para istri beliau.  Para istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali air”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: “Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah seorang kaum Anshâr berseru: “Saya!”
Lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke rumah istrinya, (dan) ia berkata: “Muliakanlah tamu RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam!” Istrinya menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali jatah makanan untuk anak-anak”.
Orang Anshâr itu berkata: “Siapkanlah makananmu itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!” Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya. Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar. Keesokan harinya, sang suami datang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: “Malam ini Allah tertawa atau ta’ajjub dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya, (yang artinya): “…dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”
Itu satu cerita. Rela menahan lapar demi saudaranya.
***
Dan ini cerita berikutnya. Cerita yang mungkin akan membuat kita berpikir dua kali, hari ini. Cerita tentang langkah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang cerdas dan bijaksana, yang mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshâr. Dan cerita yang indah, cerita antar dua orang yang dipersaudarakan oleh Manusia Agung, adalah cerita tentang‘Abdurrahmân bin ‘Auf Radhiyallahu‘anhu dengan Sa’ad bin Rabi’Radhiyallahu ‘anhu.
Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu berkata kepada saudaranya ‘AbdurrahmânRadhiyallahu ‘anhu: “Aku adalah kaum Anshâr yang paling banyak harta. Aku akan membagi hartaku setengah untukmu. Pilihlah di antara istriku yang kau inginkan, (dan) aku akan menceraikannya untukmu. Jika selesai masa ‘iddah-nya, engkau bisa menikahinya”.
Demi saudara yang bahkan bukan sedarah! Membagi setengah harta yang dimiliki dan menceraikan istri yang diingini oleh Saudaranya? Rasanya sesuatu sekali untuk zaman now!
Mendengar pernyataan saudaranya itu, ‘Abdurrahmân Radhiyallahu ‘anhumenjawab: “Aku tidak membutuhkan hal itu. Adakah pasar (di sekitar sini) tempat berjual-beli?”
Lalu Sa’ad Radhiyallahu ‘anhumenunjukkan pasar Qainuqa’. Mulai saat itu, ‘Abdurrahmân Radhiyallahu‘anhu sering pergi ke pasar untuk berniaga, sampai akhirnya ia berkecukupan dan tidak memerlukan lagi bantuan dari saudaranya. Dan‘Abdurrahmân Radhiyallahu ‘anhu pun akhirnya menjadi salah seorang Sahabat yang susah menghitung jumlah hartanya.
***
Cerita di atas, seperti tertulis di semua buku sejarah dunia, berakhir happy ending.Kekhalifahan Islam dalam keseluruhannya berkembang menguasi lebih dari 1/3 dunia. Dan cerita itu akan terus disampaikan oleh para Khatib, Ustadz, Guru, dan Muallim di seluruh pelosok dunia. Cerita tentang mulianya persaudaraan dan seiman dan mendahulukan kepentingan saudaranya.
Nah, dalam konteks dengan tantangan Prof. Jimly yang dijawab lugas oleh Prof. Yusril, dengan mengajak bergabung HTI dan FPI, dan ormas-ormas Islam serta berbagai kalangan, yang hari-hari belakangan ini merapat ke PBB untuk bisa berpartisipasi positif, setidaknya sebagai Caleg dari PBB pada Pmilu 2019, pertanyaan terpenting adalah:
Siapkah PBB menjamu saudaranya, seperti Anshar yang menolong Saudara Muhajirinnya? Bisakan PBB menjadi kaum Anshar, golongan yang rela bersaudara dengan Muhajirin, yang bukan saja menawarkan kebun terbaik yang dimilikinya (asset) dan membagi setengah hartanya untuk dipilih saudaranya, bahkan lebih dari itu,ikhlash menceraikan istrinya –bila lebih dari 1, dan mempersilahkan saudaranya untuk memperistrinya bila dia menginginkannya?
***
Apa arti tafsir politik dari syarat dan tantangan serta ajakan Prof. Yusril, yang  hari-hari ini menunjukkan respon positif, gayung bersambut dan buku bersambung itu?
Dengan aturan norma yang tegas mengatur pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yakni tentang Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold) 4% suara sah nasional pada Pileg 2019 bagi partai peserta pemilu 2019 yang akan diikutkan dalam pembagian kursi DPR RI, maka akan menjadi persoalan besar bagi PBB bila tak segera berbenah dan membuka diri bagi masuknya elemen umat yang lain. Modal yang kurang dari 1,8% hasil pemilu 2009, dan turun menjadi kurang dari 1,6% hasil pemilu 2014, bermakna bahwa ‘Laskar PBB  harus bekerja ekstra, dua setengah kali lipat lebih giat dari sebelumnya, Pemilu 2014!”
Pertanyaan berikutnya, adalah, “Apakah terjadi peningkatan jumlah infrastruktur partai hari ini 2, 5 kali jika dibandingkan dengan infrastruktur 2014 yang memang belum terselesaikan?”
“Apakah ada penambahan jumlah anggota partai hari ini sekurang-kurangnya 250% dibandingkan tahun 2014?”
Atau yang lebih konkret adalah menjawab pertanyaan, “Apakah kerja-kerja politik organ dan fungsionaris PBB telah meningkat sekurang-kurangnya 2, 5 kali lipat hari ini?”
Atas ketiga pertanyaan mendasar di atas, penulis ragu menjawab “Ya!” atau “Ada!”.
Karenanya, angkah terpenting dan segera harus dilaksanakan oleh PBB adalah, mempersiapkan jamuan berupa pemetaan daerah pemilihan, dan menyajikan daerah pemilihan yang subur, sedang dan kritis, nantinya akan disajikan dan ditawarkan untuk dijadikan persembahan terbaik untuk saudaranya para Muhajirin, yang datang sukarela, atau yang memang diundang dan dipersilahkan oleh Ketua Umum sendiri, yakni HTI dan FPI dan ormas dan ormas-ormas Islam lainnya serta berbagai kalangan.
Bukankah ‘kebun terbaik’ milik Anshar adalah ‘Daerah Pemilihan Terbaik, bagi caleg dalam Pileg 2019 nanti! Bukankah setengah harta adalah informasi tentang potensi partai terbaik yang memungkinkan berpeluang meraih kursi, dalam Pemilu 2019 yang akan datang?
Dan, Bukankah ‘rela menahan lapar’ dan ‘menceraikan istri yang diingini’ adalah privilege dan kuasa yang siap dilepaskan, bila hal itu diperlukan untuk mencapai tujuan sukses 2019?
Bila para fungsionaris, pimpinan dan pengambil keputusan dan kebijakan dalam tubuh PBB bisa menjawab ketiga pertanyaan terakhir, tentang ‘Bukankah’ ini, maka tantangan Prof. Jimly yang direspons positif oleh Prof. Yusril, dua sahabat yang penuh catatan sejak sama-sama di Universitas Indonesia, menjadi bermakna.  
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshâr) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). [QS. 59:9]”
Wallahu a’lam bishshawwab!

Rabu, 14 Maret 2018

Eks HTI Resmi Dukung PBB di Pileg 2019

 Eramuslim – Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto membenarkan sudah ada pembicaraan antara kader HTI dengan Partai Bulan Bintang (PBB) terkait keikutsertaan dalam pemilihan legislatif (Pileg) 2019.

“Ada pembicaraan-pembicaraan seperti itu. Tentu sudah ada kesepahaman kedua belah pihak antara HTI dan PBB,” ujar Ismail kepada CNNIndonesia.com, Rabu (14/3).
Menurut Ismail, kesepakatan antara HTI dan partai besutan Yusril Ihza Mahendra itu fokus tentang agenda untuk memperjuangkan aspirasi umat dan tegaknya syariat Islam di pemilu 2019 nanti.
“Jadi di atas aspirasi umat dan tegaknya syariah Islam kita bisa sepaham dan berjalan,” kata Ismail.
PBB Provinsi Bengkulu sebelumnya sudah melakukan perekrutan calon legislator dari kader HTI dan Front Pembela Islam (FPI).
Namun demikian, Ismail masih belum mau merinci secara detail nama-nama kader HTI yang akan menjadi calon legislatif (caleg) di parlemen nanti. Ismail hanya memastikan dukungan kepada PBB untuk kepentingan mengisi kursi parlemen sudah dibicarakan.
“Kalau sampai detail nama caleg belum ya. Tapi untuk dukungan ya ke PBB,” tegas Ismail.
Lebih lanjut, Ismail menjelaskan pemahaman soal demokrasi yang dianut PBB dan HTI sudah sejalan. Menurutnya demokrasi yang dipahami keduanya adalah alat perjuangan untuk menegakkan aspirasi umat Islam.
Pernyataan ini diutarakan Ismail sekaligus membantah wacana soal masuknya kader HTI ke partai politik dan parlemen nanti bertentangan dengan sistem khilafah yang mereka usung.
“Jadi soal demokrasi kita sudah saling memahami,” kata Ismail.
Harus Ganti Rezim
Terkait pemilihan presiden (pilpres) 2019 nanti, HTI masih belum menentukan sikap. Walau begitu, Ismail mengakui jika rezim Joko Widodo harus segera diganti.
Sikap politik HTI di level pilpres nanti, kata Ismail, jangan sampai memilih pemimpin yang anti kepada ulama, mendukung pembubaran ormas Islam, kriminalisasi terhadap ulama, dan mendukung penista Alquran dan Islam.
“Jadi rezim Jokowi jangan sampai berkuasa lagi,” kata Ismail.
Kendati demikian, Ismail mengatakan HTI belum mau terlibat di dalam penentuan nama capres yang sesuai dengan aspirasi perjuangan umat Islam tersebut. Termasuk dengan rencana gerakan nasional penyelamat fatwa (GNPF) ulama dan presidium alumni 212 yang akan menggelar konvensi capres penantang Jokowi.
“Soal capres kita belum,” tutur Ismail. (cnn)

sumber : https://www.eramuslim.com/berita/nasional/hti-resmi-dukung-pbb-di-pileg-2019.htm#.WqoTyT-gfIU

Minggu, 11 Maret 2018

KEMENANGAN HTI DAN PBB DIPREDIKSI AKAN MAMPU MENGGULINGKAN JOKOWI DI PILPRES 2019


sumber : http://www.bergerak.org/2018/03/kemenangan-hti-dan-pbb-diprediksi-akan.html

Oleh: Umar Sanusi


Sidang PTUN HTI versus pemerintah mulai terlihat kejelasan akhirnya. Sebagaimana pernyataan Prof. Yusril Ihza Mahendra, “ Pemerintah nampak seperti kehilangan argumen untuk membuktikan dalilnya bahwa pembubaran HTI adalah benar. Yang ada selama persidangan  hanyalah asumsi, dugaan, kecurigaan dan kesalahpahaman. Kami konsisten membela kebenaran, apalagi terhadap kelompok Islam yand didzolimi.”

Sementara di luar sidang, dukungan ulama dari berbagai latar belakang ormas dan daerah terus mengalir kepada HTI. Sehari setelah Ansyad Mbay selaku saksi ahli pihak pemerintah menyampaikan kesaksiannya, komentar para ulama terus mengalir menghiasi  jagat maya. Ketidakpercayaan ulama secara massif pastinya membuat pemerintah semakin  gamang. Lebih lebih track record Ansyad Mbay selama ini yang terkesan tidak bersahabat terhadap umat Islam. Menambah buruk legitimasi publik terhadap saksi ahli dari pihak pemerintah.

Kebodohan berikutnya pun dilakukan pemerintah. Saksi ahli dari UIN Sunan Kalijaga, Prof.Drs. Yudian Wahyudi,MA,Ph.D,  mengatakan bahwa Donald Trump itu bisa disebut sebagai kholifah. Bukan saja dianggap pernyataan yang salah, bahkan bisa dianggap sebagai upaya untuk  mendeligitimasi syariat Islam. Jika seperti ini, maka sesungguhnya Yudian Wahyudi telah melebarkan pertarungan ini tidak hanya terhadap HTI tetapi kepada umat Islam secara keseluruhan. Karena tak bisa dipungkiri, ulama ulama tersebut meyakini bahwa Khilafah adalah bagian dari ajaran Islam. Sebagaimana yang ada pada kitab kitab kuning yang selama ini dibahas oleh para ulama.

Pada sisi yang lain, Partai Bulan Bintang yang sempat tidak diloloskan oleh KPU untuk pemilu 2019  sebenarnya kasusnya mirip dengan yang dialami oleh HTI. Tetapi dalam bentuk persekusi yang lain. Akhirnya PBB melawan, dan mendapatkan haknya kembali. PBB dinyatakan lolos oleh BAWASLU.

Yang menarik dari perjuangan PBB untuk mendapatkan haknya ini,  tak satupun parpol parpol Islam seperti PPP,PKB ataupun PKS yang mendukung PBB. Parpol parpol Islam tersebut seolah membiarkan PBB berjuang sendiri. Mengapa ? karena PBB bisa menjadi ancaman serius bagi parpol parpol Islam tersebut. Sepak terjang Prof. Yusril membela HTI dimaknai sebagai “pembelaan terhadap kedzoliman”. Sebagaimana yang disampaikan sendiri oleh Prof. Yusril, telah mendapatkan simpati tersendiri bagi para ulama dan umat Islam. Sedangkan para ulama dan umat Islam mulai melirik PBB karena dianggap PBB konsisten membawa “simbol simbol Islam”.Mendukung PBB sama artinya dengan mendukung simbol simbol Islam.

Satu hal yang tidak disadari oleh PPP,PKB dan PKS bahwa ada potensi besar umat ini yang tidak memiliki mono loyality terhadap parpol tertentu. Mereka bukanlah milik PPP, PKB ataupun PKS. Mereka adalah umat yang digerakkan oleh kesadarannya sendiri. Mereka adalah umat yang dulu pernah digerakkan oleh kesadarannya sendiri untuk membela simbol Islam pada peristiwa 212. Kelompok ini lebih bersifat ideologis. Dan akan membela siapapun yang membawa simbol simbol Islam. Dan bisa dipastikan PBB akan menjadi parpol pilihan ulama dan umat Islam. Terlebih Prof. Yusril telah menegaskan bahwa PBB tak akan berkoalisi dengan parpol manapun untuk mendukung Jokowi di Pilpres 2019.

Sikap tegas PBB tak berkoalisi dengan parpol manapun untuk melawan Jokowi seolah menjadi garansi bagi ulama dan umat Islam. Bahwa suara mereka tak akan dibawa kemana mana. Semata mata untuk Islam dan umat Islam. Untuk menghentikan kedzoliman rezim Jokowi terhadap umat Islam. Sikap tegas inilah yang tidak ditemukan ada pada PPP, PKB ataupun PKS yang tidak pernah jelas sikapnya.

Walhasil, dua persoalan besar yang dihadapi oleh rezim Jokowi pada saat ini pertama; polarisasi ulama dan umat Islam kepada PBB. Kedua; pertarungan pemerintah di PTUN melawan HTI. Semakin ke belakang jalannya sidang PTUN, pemerintah mengalami kesulitan luar biasa harus keluar dari kubangan lumpur yang dibuatnya sendiri. Jika pemerintah menyerah, maka HTI akan memenangkan sidang. Jika pemerintah melawan dengan saksi saksi yang tidak kredibel justru memperdalam persoalan dan akan mempercepat tenggelamnya pemerintah pada lumpur persoalan. Sementara kemenangan HTI dikhawatirkan akan semakin meramaikan hingar bingar isu syariah dan khilafah.
Tetapi bagaimanapun juga, The show must go on. Pertunjukan harus ada akhirnya. PBB pada tahap awal telah meraih kemenangan melawan kedzoliman KPU. Serta sanggup meraih simpati umat Islam. Di lain sisi, HTI semakin luas mendapatkan dukungan umat. Dan kemenangan PBB dan HTI akan menjadi ancaman serius yang akan menyebabkan tergulingnya Jokowi pada pilpres 2019. Wallahu a’lam bi asshowab.

NKRI, PBB dan Syariat Islam

#Yusrilihzamahendra

Bicara NKRI, PBB dan Syariat Islam
Sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), saya seringkali mendapat pertanyaan perihal sikap partai PBB atas NKRI, PBB dan Syariat Islam.

Oleh sebab itu, penjelasan saya ini sebagai jawaban dan pegangan bagi kader dan simpatisan serta masyarakat pada umumnya.

#NKRI
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, adalah sebuah sebuah negara yang diperjuangkan dengan segenap pengorbanan, baik melalui perang maupun diplomasi.

Perjuangan itu melahirkan banyak pahlawan perjuangan kemerdekaan. Mulai dari Sultan Ageng Tirtayasa, Imam Bonjol, Pengeran Diponegoro, Teuku Umar, hingga Kiyai Haji Zaenal Mustafa, adalah sebagian dari para tokoh yang gigih berjuang mengangkat senjata melalui perang melawan penjajah.

Dalam bidang diplomasi, Soekarno, Mohammad Hatta, Syahrir, Mohammad Roem, Syafroedin Prawiranegara, dan Mohammad Natsir, adalah tokoh yang gigih memperjuangkan kedaulatan negara dan keutuhan NKRI.

Diplomasi penuh tantangan dan pertarungan pemikiran, dan negosiasi serta kompromi yang berliku.

Oleh sebab itu,saya sebagai anak bangsa, yang lahir dan tumbuh di negeri ini, maka sikap saya sudah jelas tegas: #NKRIHARGAMATI

#PartaiBulanBintang (PBB)
Partai Bulan Bintang (PBB) adalah Partai nasional yang berasaskan Islam. Jelas tegas tunduk dengan Peraturan dan Undang-Undang Partai Politik yang berlaku di Negara Republik Indonesia.

PBB dan NU bagi saya (Yusril) dan MS Kaban, juga para pengurus PBB di semua tingkatan sangat mengenal baik dan bershabat dengan Gus Dur, saya juga kenal baik KH Idham Chalid, KH Jusuf Hasyim, KH Sholahuddin, dan KH Hasyim Muzadi.

Dengan KH Abdullah Faqih, pengasuh Pondok Langitan, Saya pernah ketemu di Wisma Negara. Waktu itu KH Faqih berkata:

"Pak Yusril, kami warga Nahdliyin berterimakasih sama sampeyan, sampeyan rela mundur jadi calon Presiden, dan memberi kesempatan Gus Dur, sehingga beliau terpilih,"

Saya menjawab:
"Sama-sama Pak Kiyai, ini tanda #Masyumi dan #NU, tidak ada masalah dan bersatu kembali,"
-----------------------------------------------------------------------------------

*Kami banyak kenal dan menjalin komunikasi dengan para Kiyai #NU.

Saya meng-ikhlaskan kesempatan saya untuk jadi presiden tahun 1998 kepada Gus Dur dalam Sidang Istimewa MPR.

Saya pernah jadi menterinya Gusdur, kita mengenal baik almarhum Pak Matori. Bahkan kini dengan Pak Muhaimin Iskandar, Ketum PKB, juga Mbak mbak Yeni Wahid kita kenal dekat.

Pengurus PBB banyak dari kalangan Nahdliyin. Oleh sebab itu PBB juga Ahlul Sunnah wal Jamaah. Jika ada yang mempertentangkan PBB dengan NU, maka itu kerjaan orang-orang yang ingin merusak ukhuwah islamiah.

Membesarkan Partai Bulan Bintang sama saja dengan menggerakkan Ahlul Sunnah wal Jamaah.

Partai Bulan Bintang adalah milik Umat, milik masyarakat Indonesia yang ingin Indonesia sejahtera dengan *Menegakkan Keadilan dan Kepastian Hukum

PBB adalah rumah kita. Yang akan mensejahterakan Rakyat Indonesia apapun agama, suku dan bahasanya.

#syariatislam 
Yang dimaksud memperjuangkan Syariat islam di dalam perjuangannya saya jelaskan berikut ini:

~~ Islam bukanlah sebuah ideologi. Islam adalah ajaran Allah SWT yang disampaikan melalui wahyu kepada Rasul-Nya Muhammad SAW, untuk disebarluaskan kepada umat manusia dan berlaku mengatasi ruang dan waktu.

~~ Ideologi adalah pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan yang dirumuskan oleh seseorang atau beberapa kelompok pergerakan, partai poitik dengan tujuan lebih ekslusif, lebih jelas, lebih dekat.

~~ Kalau seseorang mengatakan islam adalah sebuah ideologi, maka dengan sendirinya istilah ideologi bertentangan (contradiction in terminis) dengan islam.

Umat islam meyakini bahwa wahyu Allah bukan ciptaan Nabi Muhammad SAW, bukan Pemikiran Manusia, sedangkan ideologi adalah pemikiran manusia.

Jadi sekali lagi, islam bukanlah sebuah ideologi

~~ Partai Bulan Bintang adalah Partai Islam Modern. Orang moderen itu melihat kenyataan lebih dulu. Lalu melihat parameter islam untuk menyelesaikan kenyataan-kenyataan yang dihadapi.

~~ Bagi Partai Bulan Bintang, Islam sebagai motivasi, sumber inspirasi, sumber berpikir. Memberikan petunjuk dalam memecahkan persoalan-persoalan di Negara Republik Indonesia.

~~ Partai Bulan Bintang sering disebut ingin menegakkan Syariat Islam.

Maksud dari kalimat tersebut adalah:
Syariah adalah norma-norma hukum dalam Al Quran maupun Hadist. Syariah tidak bisa dijadikan dasar untuk mengadili orang sebelum ditransformasikan menjadi kaidah hukum di Indonesia.

Dan sumber kita menggali hukum, hukum yang dibuat oleh presiden dan DPR RI. Presiden mengajukan rancangan undang-undang (RUU) untuk dibahas bersama DPR RI.

Ketika mereka membuat draf undang-undang, posisi Syariah Islam ada di PEMIKIRAN Presiden dan anggota DPR.

Ketika pemikiran itu jadi undang-undang, artinya tidak lagi disebut sebagai Syariat Islam. Tapi disebut Undang Undang Republik Indonesia.

~~ Dengan demikian, pertarungan pemikiran agar hukum islam atau Syariah Islam sebagai sumber hukum, dilakukan secara kanstitusional, melalui Wakil-wakil rakyat Partai Bulan Bintang yang duduk di DPR, baik tingkat kabupaten/kota, provinsi (disebut perda) dan DPR RI.

Apapun yang jadi kesepakatan atas draf Rancangan Undang Undang (RUU), hasil pergulatan pemikiran yang sah dan konstitusional, melalui wakil Partai Bulan Bintang, baik yang duduk di Pemerintahan maupun Wakil Rakyat, hasilnya bernama UU Negara Republik Indonesia, bukan Syariat Islam.

Adalah keliru sekali jika ada yang menyebarkan issue, menggunakan syariat islam dalam arti seperti pemikiran masyarakat yang selama ini dipahami atau ingin merubah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi Negara Islam.

Oleh karenanya hal tersebut perlu dicermati dengan kesadaran dan kedewasaan dalam berbangsa dan bernegara sesuai UUD 45 dan Pancasila.

Jakarta 15 Mei 2017
Prof.DR.Yusril Ihza Mahendra.SH.MSc

Disadur dari bulettin:
Yusril Bicara: NKRI, PBB dan Syariat Islam

#Yusrilihzamahendra