Minggu, 18 Maret 2018

PBB: Siapkah Menjadi Anshar?

Sabar Sitanggang
Kepala Sekretariat Lembaga Advokasi dan Pembelaan Hukum Bulan Bintang Pusat

sumber : http://www.suara-islam.com/read/kolom/opini/25423/PBB-Siapkah-Menjadi-Anshar

“Kata berjawab, gayung bersambut. Pucuk dicinta, ulam tiba!” Begitu ungkapan lama Puak Melayu menyebutnya. Ungkapan yang penuh makna. Dan ungkapan lama itu itu menjadi tampak relevan saat ini, setidaknya menggambarkan kegentingan tahun-tahun politik ke depan, hubungannya dengan posisi politik umat Islam khususnya.
Beberapa waktu lalu, tak lama berselang, setelah Prof. Jimly Asshidiqie, Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), mengatakan bahwa sebaiknya HTI berubah menjadi ormas biasa saja,kemudian, bisa bergabung dengan PBB bersama Yusril Ihza Mahendra, Ketua Umum PBB, Prof. Yusril Ihza Mahendra, yang juga rekan se-almamater Prof. Jimly itu,  merespon, “PBB siap sedia untuk menerima HTI dan FPI untuk bergabung. Saya menilai, saran Prof Jimly adalah saran yang positif dan mudah-mudahan mendapatkan respons yang positif pula dari para ikhwan anggota HTI yang dibubarkan dan anggota FPI di seluruh Tanah Air.” Meskipun, respons Prof. Yusril itu, masih ada catatan pinggirnya, “...dengan tentunya, mengharapkan para ikhwan tersebut memahami dan menerima AD/ART, Tafsir Asas, program, dan tujuan perjuangan PBB,” kata Prof. Yusril.
***
Usai memenangi sengketa proses Pemilu di Bawaslu atas KPU yang memutuskan bahwa PBB tidak memenuhi syarat verifikasi faktual, beberapa survei singkat atas elektabilitas PBB menunjukkan peningkatan signifikan. Popularitas Prof. Yusril pun terdongkrak naik. Pembelaan Prof. Yusril, yang diidentikkan dengan PBB sendiri, terhadap HTI di Pengadilan dan terhadap diri Imam Besar FPI, telah melahirkan simpati yang luar biasa dari berbagai elemen ormas Islam khususnya dan tokoh-tokoh secara individual, bahkan kalangan artis.
Lepas dinyatakan menang dan sebagai perserta Pemilu bernomor urut 19, PBB kebanjiran dukungan dan peminat calon legislative (caleg). Sampai tulisan ini diturunkan, beberapa tokoh ormas, kelompok masyarakat, artis, pengusaha, telah silaturrahim ke Markas Besar dan kantor Wilayah serta kantor Cabang PBB. Bahkan sudah ada yang mengambil formulir pendaftaran caleg, baik untuk tingkat DPR RI, DPRD Propinsi, dan atau DPRD Kabupaten/Kota. Apakah ini era kebangkitan partai yang mengambil insipirasi dan perjuangan politiknya dari pendahulunya, Partai Masjumi?
***
Mencermati fenomena yang cepat ini, penulis teringgat dengan kisah indah sepanjang masa. Kisah tentang bagaimana Pemimpin Besar Umat Islam Dunia dan Akhirat, Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, membangun dan menunjukkan serta memaknai apa itu arti persaudaraan dalam perjuangan.
Ini sekelumit kisah haru yang tercatat dalam sejarah! Kisah yang dibangun oleh Iman Tauhid yang terpatri kuat dalam dada kaum Muslimin di zaman pengasuhan Rasulullah. Sepenggal kisah sederhana yang indah, namun, untuk ukuran hari ini, ‘terasa sulit’ untuk kita ulangi. Apatah lagi telah lahir sekat-sekat struktural dan hubungan-kuasa di dalamnya.
***
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhumenceritakan: Ada seseorang yang mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam(dalam keadaan lapar), lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke para istri beliau.  Para istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali air”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: “Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah seorang kaum Anshâr berseru: “Saya!”
Lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke rumah istrinya, (dan) ia berkata: “Muliakanlah tamu RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam!” Istrinya menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali jatah makanan untuk anak-anak”.
Orang Anshâr itu berkata: “Siapkanlah makananmu itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!” Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya. Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar. Keesokan harinya, sang suami datang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: “Malam ini Allah tertawa atau ta’ajjub dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya, (yang artinya): “…dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”
Itu satu cerita. Rela menahan lapar demi saudaranya.
***
Dan ini cerita berikutnya. Cerita yang mungkin akan membuat kita berpikir dua kali, hari ini. Cerita tentang langkah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang cerdas dan bijaksana, yang mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshâr. Dan cerita yang indah, cerita antar dua orang yang dipersaudarakan oleh Manusia Agung, adalah cerita tentang‘Abdurrahmân bin ‘Auf Radhiyallahu‘anhu dengan Sa’ad bin Rabi’Radhiyallahu ‘anhu.
Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu berkata kepada saudaranya ‘AbdurrahmânRadhiyallahu ‘anhu: “Aku adalah kaum Anshâr yang paling banyak harta. Aku akan membagi hartaku setengah untukmu. Pilihlah di antara istriku yang kau inginkan, (dan) aku akan menceraikannya untukmu. Jika selesai masa ‘iddah-nya, engkau bisa menikahinya”.
Demi saudara yang bahkan bukan sedarah! Membagi setengah harta yang dimiliki dan menceraikan istri yang diingini oleh Saudaranya? Rasanya sesuatu sekali untuk zaman now!
Mendengar pernyataan saudaranya itu, ‘Abdurrahmân Radhiyallahu ‘anhumenjawab: “Aku tidak membutuhkan hal itu. Adakah pasar (di sekitar sini) tempat berjual-beli?”
Lalu Sa’ad Radhiyallahu ‘anhumenunjukkan pasar Qainuqa’. Mulai saat itu, ‘Abdurrahmân Radhiyallahu‘anhu sering pergi ke pasar untuk berniaga, sampai akhirnya ia berkecukupan dan tidak memerlukan lagi bantuan dari saudaranya. Dan‘Abdurrahmân Radhiyallahu ‘anhu pun akhirnya menjadi salah seorang Sahabat yang susah menghitung jumlah hartanya.
***
Cerita di atas, seperti tertulis di semua buku sejarah dunia, berakhir happy ending.Kekhalifahan Islam dalam keseluruhannya berkembang menguasi lebih dari 1/3 dunia. Dan cerita itu akan terus disampaikan oleh para Khatib, Ustadz, Guru, dan Muallim di seluruh pelosok dunia. Cerita tentang mulianya persaudaraan dan seiman dan mendahulukan kepentingan saudaranya.
Nah, dalam konteks dengan tantangan Prof. Jimly yang dijawab lugas oleh Prof. Yusril, dengan mengajak bergabung HTI dan FPI, dan ormas-ormas Islam serta berbagai kalangan, yang hari-hari belakangan ini merapat ke PBB untuk bisa berpartisipasi positif, setidaknya sebagai Caleg dari PBB pada Pmilu 2019, pertanyaan terpenting adalah:
Siapkah PBB menjamu saudaranya, seperti Anshar yang menolong Saudara Muhajirinnya? Bisakan PBB menjadi kaum Anshar, golongan yang rela bersaudara dengan Muhajirin, yang bukan saja menawarkan kebun terbaik yang dimilikinya (asset) dan membagi setengah hartanya untuk dipilih saudaranya, bahkan lebih dari itu,ikhlash menceraikan istrinya –bila lebih dari 1, dan mempersilahkan saudaranya untuk memperistrinya bila dia menginginkannya?
***
Apa arti tafsir politik dari syarat dan tantangan serta ajakan Prof. Yusril, yang  hari-hari ini menunjukkan respon positif, gayung bersambut dan buku bersambung itu?
Dengan aturan norma yang tegas mengatur pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yakni tentang Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold) 4% suara sah nasional pada Pileg 2019 bagi partai peserta pemilu 2019 yang akan diikutkan dalam pembagian kursi DPR RI, maka akan menjadi persoalan besar bagi PBB bila tak segera berbenah dan membuka diri bagi masuknya elemen umat yang lain. Modal yang kurang dari 1,8% hasil pemilu 2009, dan turun menjadi kurang dari 1,6% hasil pemilu 2014, bermakna bahwa ‘Laskar PBB  harus bekerja ekstra, dua setengah kali lipat lebih giat dari sebelumnya, Pemilu 2014!”
Pertanyaan berikutnya, adalah, “Apakah terjadi peningkatan jumlah infrastruktur partai hari ini 2, 5 kali jika dibandingkan dengan infrastruktur 2014 yang memang belum terselesaikan?”
“Apakah ada penambahan jumlah anggota partai hari ini sekurang-kurangnya 250% dibandingkan tahun 2014?”
Atau yang lebih konkret adalah menjawab pertanyaan, “Apakah kerja-kerja politik organ dan fungsionaris PBB telah meningkat sekurang-kurangnya 2, 5 kali lipat hari ini?”
Atas ketiga pertanyaan mendasar di atas, penulis ragu menjawab “Ya!” atau “Ada!”.
Karenanya, angkah terpenting dan segera harus dilaksanakan oleh PBB adalah, mempersiapkan jamuan berupa pemetaan daerah pemilihan, dan menyajikan daerah pemilihan yang subur, sedang dan kritis, nantinya akan disajikan dan ditawarkan untuk dijadikan persembahan terbaik untuk saudaranya para Muhajirin, yang datang sukarela, atau yang memang diundang dan dipersilahkan oleh Ketua Umum sendiri, yakni HTI dan FPI dan ormas dan ormas-ormas Islam lainnya serta berbagai kalangan.
Bukankah ‘kebun terbaik’ milik Anshar adalah ‘Daerah Pemilihan Terbaik, bagi caleg dalam Pileg 2019 nanti! Bukankah setengah harta adalah informasi tentang potensi partai terbaik yang memungkinkan berpeluang meraih kursi, dalam Pemilu 2019 yang akan datang?
Dan, Bukankah ‘rela menahan lapar’ dan ‘menceraikan istri yang diingini’ adalah privilege dan kuasa yang siap dilepaskan, bila hal itu diperlukan untuk mencapai tujuan sukses 2019?
Bila para fungsionaris, pimpinan dan pengambil keputusan dan kebijakan dalam tubuh PBB bisa menjawab ketiga pertanyaan terakhir, tentang ‘Bukankah’ ini, maka tantangan Prof. Jimly yang direspons positif oleh Prof. Yusril, dua sahabat yang penuh catatan sejak sama-sama di Universitas Indonesia, menjadi bermakna.  
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshâr) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). [QS. 59:9]”
Wallahu a’lam bishshawwab!

Rabu, 14 Maret 2018

Eks HTI Resmi Dukung PBB di Pileg 2019

 Eramuslim – Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto membenarkan sudah ada pembicaraan antara kader HTI dengan Partai Bulan Bintang (PBB) terkait keikutsertaan dalam pemilihan legislatif (Pileg) 2019.

“Ada pembicaraan-pembicaraan seperti itu. Tentu sudah ada kesepahaman kedua belah pihak antara HTI dan PBB,” ujar Ismail kepada CNNIndonesia.com, Rabu (14/3).
Menurut Ismail, kesepakatan antara HTI dan partai besutan Yusril Ihza Mahendra itu fokus tentang agenda untuk memperjuangkan aspirasi umat dan tegaknya syariat Islam di pemilu 2019 nanti.
“Jadi di atas aspirasi umat dan tegaknya syariah Islam kita bisa sepaham dan berjalan,” kata Ismail.
PBB Provinsi Bengkulu sebelumnya sudah melakukan perekrutan calon legislator dari kader HTI dan Front Pembela Islam (FPI).
Namun demikian, Ismail masih belum mau merinci secara detail nama-nama kader HTI yang akan menjadi calon legislatif (caleg) di parlemen nanti. Ismail hanya memastikan dukungan kepada PBB untuk kepentingan mengisi kursi parlemen sudah dibicarakan.
“Kalau sampai detail nama caleg belum ya. Tapi untuk dukungan ya ke PBB,” tegas Ismail.
Lebih lanjut, Ismail menjelaskan pemahaman soal demokrasi yang dianut PBB dan HTI sudah sejalan. Menurutnya demokrasi yang dipahami keduanya adalah alat perjuangan untuk menegakkan aspirasi umat Islam.
Pernyataan ini diutarakan Ismail sekaligus membantah wacana soal masuknya kader HTI ke partai politik dan parlemen nanti bertentangan dengan sistem khilafah yang mereka usung.
“Jadi soal demokrasi kita sudah saling memahami,” kata Ismail.
Harus Ganti Rezim
Terkait pemilihan presiden (pilpres) 2019 nanti, HTI masih belum menentukan sikap. Walau begitu, Ismail mengakui jika rezim Joko Widodo harus segera diganti.
Sikap politik HTI di level pilpres nanti, kata Ismail, jangan sampai memilih pemimpin yang anti kepada ulama, mendukung pembubaran ormas Islam, kriminalisasi terhadap ulama, dan mendukung penista Alquran dan Islam.
“Jadi rezim Jokowi jangan sampai berkuasa lagi,” kata Ismail.
Kendati demikian, Ismail mengatakan HTI belum mau terlibat di dalam penentuan nama capres yang sesuai dengan aspirasi perjuangan umat Islam tersebut. Termasuk dengan rencana gerakan nasional penyelamat fatwa (GNPF) ulama dan presidium alumni 212 yang akan menggelar konvensi capres penantang Jokowi.
“Soal capres kita belum,” tutur Ismail. (cnn)

sumber : https://www.eramuslim.com/berita/nasional/hti-resmi-dukung-pbb-di-pileg-2019.htm#.WqoTyT-gfIU

Minggu, 11 Maret 2018

KEMENANGAN HTI DAN PBB DIPREDIKSI AKAN MAMPU MENGGULINGKAN JOKOWI DI PILPRES 2019


sumber : http://www.bergerak.org/2018/03/kemenangan-hti-dan-pbb-diprediksi-akan.html

Oleh: Umar Sanusi


Sidang PTUN HTI versus pemerintah mulai terlihat kejelasan akhirnya. Sebagaimana pernyataan Prof. Yusril Ihza Mahendra, “ Pemerintah nampak seperti kehilangan argumen untuk membuktikan dalilnya bahwa pembubaran HTI adalah benar. Yang ada selama persidangan  hanyalah asumsi, dugaan, kecurigaan dan kesalahpahaman. Kami konsisten membela kebenaran, apalagi terhadap kelompok Islam yand didzolimi.”

Sementara di luar sidang, dukungan ulama dari berbagai latar belakang ormas dan daerah terus mengalir kepada HTI. Sehari setelah Ansyad Mbay selaku saksi ahli pihak pemerintah menyampaikan kesaksiannya, komentar para ulama terus mengalir menghiasi  jagat maya. Ketidakpercayaan ulama secara massif pastinya membuat pemerintah semakin  gamang. Lebih lebih track record Ansyad Mbay selama ini yang terkesan tidak bersahabat terhadap umat Islam. Menambah buruk legitimasi publik terhadap saksi ahli dari pihak pemerintah.

Kebodohan berikutnya pun dilakukan pemerintah. Saksi ahli dari UIN Sunan Kalijaga, Prof.Drs. Yudian Wahyudi,MA,Ph.D,  mengatakan bahwa Donald Trump itu bisa disebut sebagai kholifah. Bukan saja dianggap pernyataan yang salah, bahkan bisa dianggap sebagai upaya untuk  mendeligitimasi syariat Islam. Jika seperti ini, maka sesungguhnya Yudian Wahyudi telah melebarkan pertarungan ini tidak hanya terhadap HTI tetapi kepada umat Islam secara keseluruhan. Karena tak bisa dipungkiri, ulama ulama tersebut meyakini bahwa Khilafah adalah bagian dari ajaran Islam. Sebagaimana yang ada pada kitab kitab kuning yang selama ini dibahas oleh para ulama.

Pada sisi yang lain, Partai Bulan Bintang yang sempat tidak diloloskan oleh KPU untuk pemilu 2019  sebenarnya kasusnya mirip dengan yang dialami oleh HTI. Tetapi dalam bentuk persekusi yang lain. Akhirnya PBB melawan, dan mendapatkan haknya kembali. PBB dinyatakan lolos oleh BAWASLU.

Yang menarik dari perjuangan PBB untuk mendapatkan haknya ini,  tak satupun parpol parpol Islam seperti PPP,PKB ataupun PKS yang mendukung PBB. Parpol parpol Islam tersebut seolah membiarkan PBB berjuang sendiri. Mengapa ? karena PBB bisa menjadi ancaman serius bagi parpol parpol Islam tersebut. Sepak terjang Prof. Yusril membela HTI dimaknai sebagai “pembelaan terhadap kedzoliman”. Sebagaimana yang disampaikan sendiri oleh Prof. Yusril, telah mendapatkan simpati tersendiri bagi para ulama dan umat Islam. Sedangkan para ulama dan umat Islam mulai melirik PBB karena dianggap PBB konsisten membawa “simbol simbol Islam”.Mendukung PBB sama artinya dengan mendukung simbol simbol Islam.

Satu hal yang tidak disadari oleh PPP,PKB dan PKS bahwa ada potensi besar umat ini yang tidak memiliki mono loyality terhadap parpol tertentu. Mereka bukanlah milik PPP, PKB ataupun PKS. Mereka adalah umat yang digerakkan oleh kesadarannya sendiri. Mereka adalah umat yang dulu pernah digerakkan oleh kesadarannya sendiri untuk membela simbol Islam pada peristiwa 212. Kelompok ini lebih bersifat ideologis. Dan akan membela siapapun yang membawa simbol simbol Islam. Dan bisa dipastikan PBB akan menjadi parpol pilihan ulama dan umat Islam. Terlebih Prof. Yusril telah menegaskan bahwa PBB tak akan berkoalisi dengan parpol manapun untuk mendukung Jokowi di Pilpres 2019.

Sikap tegas PBB tak berkoalisi dengan parpol manapun untuk melawan Jokowi seolah menjadi garansi bagi ulama dan umat Islam. Bahwa suara mereka tak akan dibawa kemana mana. Semata mata untuk Islam dan umat Islam. Untuk menghentikan kedzoliman rezim Jokowi terhadap umat Islam. Sikap tegas inilah yang tidak ditemukan ada pada PPP, PKB ataupun PKS yang tidak pernah jelas sikapnya.

Walhasil, dua persoalan besar yang dihadapi oleh rezim Jokowi pada saat ini pertama; polarisasi ulama dan umat Islam kepada PBB. Kedua; pertarungan pemerintah di PTUN melawan HTI. Semakin ke belakang jalannya sidang PTUN, pemerintah mengalami kesulitan luar biasa harus keluar dari kubangan lumpur yang dibuatnya sendiri. Jika pemerintah menyerah, maka HTI akan memenangkan sidang. Jika pemerintah melawan dengan saksi saksi yang tidak kredibel justru memperdalam persoalan dan akan mempercepat tenggelamnya pemerintah pada lumpur persoalan. Sementara kemenangan HTI dikhawatirkan akan semakin meramaikan hingar bingar isu syariah dan khilafah.
Tetapi bagaimanapun juga, The show must go on. Pertunjukan harus ada akhirnya. PBB pada tahap awal telah meraih kemenangan melawan kedzoliman KPU. Serta sanggup meraih simpati umat Islam. Di lain sisi, HTI semakin luas mendapatkan dukungan umat. Dan kemenangan PBB dan HTI akan menjadi ancaman serius yang akan menyebabkan tergulingnya Jokowi pada pilpres 2019. Wallahu a’lam bi asshowab.

NKRI, PBB dan Syariat Islam

#Yusrilihzamahendra

Bicara NKRI, PBB dan Syariat Islam
Sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), saya seringkali mendapat pertanyaan perihal sikap partai PBB atas NKRI, PBB dan Syariat Islam.

Oleh sebab itu, penjelasan saya ini sebagai jawaban dan pegangan bagi kader dan simpatisan serta masyarakat pada umumnya.

#NKRI
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, adalah sebuah sebuah negara yang diperjuangkan dengan segenap pengorbanan, baik melalui perang maupun diplomasi.

Perjuangan itu melahirkan banyak pahlawan perjuangan kemerdekaan. Mulai dari Sultan Ageng Tirtayasa, Imam Bonjol, Pengeran Diponegoro, Teuku Umar, hingga Kiyai Haji Zaenal Mustafa, adalah sebagian dari para tokoh yang gigih berjuang mengangkat senjata melalui perang melawan penjajah.

Dalam bidang diplomasi, Soekarno, Mohammad Hatta, Syahrir, Mohammad Roem, Syafroedin Prawiranegara, dan Mohammad Natsir, adalah tokoh yang gigih memperjuangkan kedaulatan negara dan keutuhan NKRI.

Diplomasi penuh tantangan dan pertarungan pemikiran, dan negosiasi serta kompromi yang berliku.

Oleh sebab itu,saya sebagai anak bangsa, yang lahir dan tumbuh di negeri ini, maka sikap saya sudah jelas tegas: #NKRIHARGAMATI

#PartaiBulanBintang (PBB)
Partai Bulan Bintang (PBB) adalah Partai nasional yang berasaskan Islam. Jelas tegas tunduk dengan Peraturan dan Undang-Undang Partai Politik yang berlaku di Negara Republik Indonesia.

PBB dan NU bagi saya (Yusril) dan MS Kaban, juga para pengurus PBB di semua tingkatan sangat mengenal baik dan bershabat dengan Gus Dur, saya juga kenal baik KH Idham Chalid, KH Jusuf Hasyim, KH Sholahuddin, dan KH Hasyim Muzadi.

Dengan KH Abdullah Faqih, pengasuh Pondok Langitan, Saya pernah ketemu di Wisma Negara. Waktu itu KH Faqih berkata:

"Pak Yusril, kami warga Nahdliyin berterimakasih sama sampeyan, sampeyan rela mundur jadi calon Presiden, dan memberi kesempatan Gus Dur, sehingga beliau terpilih,"

Saya menjawab:
"Sama-sama Pak Kiyai, ini tanda #Masyumi dan #NU, tidak ada masalah dan bersatu kembali,"
-----------------------------------------------------------------------------------

*Kami banyak kenal dan menjalin komunikasi dengan para Kiyai #NU.

Saya meng-ikhlaskan kesempatan saya untuk jadi presiden tahun 1998 kepada Gus Dur dalam Sidang Istimewa MPR.

Saya pernah jadi menterinya Gusdur, kita mengenal baik almarhum Pak Matori. Bahkan kini dengan Pak Muhaimin Iskandar, Ketum PKB, juga Mbak mbak Yeni Wahid kita kenal dekat.

Pengurus PBB banyak dari kalangan Nahdliyin. Oleh sebab itu PBB juga Ahlul Sunnah wal Jamaah. Jika ada yang mempertentangkan PBB dengan NU, maka itu kerjaan orang-orang yang ingin merusak ukhuwah islamiah.

Membesarkan Partai Bulan Bintang sama saja dengan menggerakkan Ahlul Sunnah wal Jamaah.

Partai Bulan Bintang adalah milik Umat, milik masyarakat Indonesia yang ingin Indonesia sejahtera dengan *Menegakkan Keadilan dan Kepastian Hukum

PBB adalah rumah kita. Yang akan mensejahterakan Rakyat Indonesia apapun agama, suku dan bahasanya.

#syariatislam 
Yang dimaksud memperjuangkan Syariat islam di dalam perjuangannya saya jelaskan berikut ini:

~~ Islam bukanlah sebuah ideologi. Islam adalah ajaran Allah SWT yang disampaikan melalui wahyu kepada Rasul-Nya Muhammad SAW, untuk disebarluaskan kepada umat manusia dan berlaku mengatasi ruang dan waktu.

~~ Ideologi adalah pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan yang dirumuskan oleh seseorang atau beberapa kelompok pergerakan, partai poitik dengan tujuan lebih ekslusif, lebih jelas, lebih dekat.

~~ Kalau seseorang mengatakan islam adalah sebuah ideologi, maka dengan sendirinya istilah ideologi bertentangan (contradiction in terminis) dengan islam.

Umat islam meyakini bahwa wahyu Allah bukan ciptaan Nabi Muhammad SAW, bukan Pemikiran Manusia, sedangkan ideologi adalah pemikiran manusia.

Jadi sekali lagi, islam bukanlah sebuah ideologi

~~ Partai Bulan Bintang adalah Partai Islam Modern. Orang moderen itu melihat kenyataan lebih dulu. Lalu melihat parameter islam untuk menyelesaikan kenyataan-kenyataan yang dihadapi.

~~ Bagi Partai Bulan Bintang, Islam sebagai motivasi, sumber inspirasi, sumber berpikir. Memberikan petunjuk dalam memecahkan persoalan-persoalan di Negara Republik Indonesia.

~~ Partai Bulan Bintang sering disebut ingin menegakkan Syariat Islam.

Maksud dari kalimat tersebut adalah:
Syariah adalah norma-norma hukum dalam Al Quran maupun Hadist. Syariah tidak bisa dijadikan dasar untuk mengadili orang sebelum ditransformasikan menjadi kaidah hukum di Indonesia.

Dan sumber kita menggali hukum, hukum yang dibuat oleh presiden dan DPR RI. Presiden mengajukan rancangan undang-undang (RUU) untuk dibahas bersama DPR RI.

Ketika mereka membuat draf undang-undang, posisi Syariah Islam ada di PEMIKIRAN Presiden dan anggota DPR.

Ketika pemikiran itu jadi undang-undang, artinya tidak lagi disebut sebagai Syariat Islam. Tapi disebut Undang Undang Republik Indonesia.

~~ Dengan demikian, pertarungan pemikiran agar hukum islam atau Syariah Islam sebagai sumber hukum, dilakukan secara kanstitusional, melalui Wakil-wakil rakyat Partai Bulan Bintang yang duduk di DPR, baik tingkat kabupaten/kota, provinsi (disebut perda) dan DPR RI.

Apapun yang jadi kesepakatan atas draf Rancangan Undang Undang (RUU), hasil pergulatan pemikiran yang sah dan konstitusional, melalui wakil Partai Bulan Bintang, baik yang duduk di Pemerintahan maupun Wakil Rakyat, hasilnya bernama UU Negara Republik Indonesia, bukan Syariat Islam.

Adalah keliru sekali jika ada yang menyebarkan issue, menggunakan syariat islam dalam arti seperti pemikiran masyarakat yang selama ini dipahami atau ingin merubah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi Negara Islam.

Oleh karenanya hal tersebut perlu dicermati dengan kesadaran dan kedewasaan dalam berbangsa dan bernegara sesuai UUD 45 dan Pancasila.

Jakarta 15 Mei 2017
Prof.DR.Yusril Ihza Mahendra.SH.MSc

Disadur dari bulettin:
Yusril Bicara: NKRI, PBB dan Syariat Islam

#Yusrilihzamahendra

PRESIDIUM PAPUA BARAT DAYA MEMPERTANYAKAN JANJI PEMERINTAH PUSAT


Sorong, 12/3/2017

Presidium Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya mempertanyakan janji Pemerintah Pusat untuk membentuk provinsi baru di Papua yang dijanjikan sejak masa Pemerintahan Presiden Megawati yang hingga kini belum jiga diwujudkan.

Hal itu dikemukalan Ketua Presidium Josaphat Kambu dan Wakil Sekretaris John Pieter Bosawer serta sejumlah anggota Presidium dalam pertemuan dengan Ketua Umum PBB Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra di Sorong, Minggu malam jam 20.00 waktu setempat.

Gagasan pembentukan beberapa provinsi di Papua telah mengemuka sejak masa pemerintahan Presiden BJ Habibie tahun 1999, namun yang baru terbentuk adalah Provinsi Papua Barat. Sementara yang lain masih tertunda, bahkan tertinggal dengan provinsi baru di daerah lain seperti Sulawesi Barat dan Kalimantan Utara.

Kepada Yusril, Josaphat mengatakan bahwa rencana pembentukan Provinsi Papua Barat Daya adalah rencana yang paling sempurna dalam pemekaran Papua. Persetujuan dari Gubernur dan DPR Provinsi sudah lama diterbitkan, demikian pula rekomendasi dari Majelis Rakyat Papua (MRP). Satu kota yakni Sorong dan enam kabupaten: Kabupaten Sorong, Sorobg Selatan, Raja Ampat, Maybrat dan Kabupaten Tambraw akan menyatu dalam Provinsi Papua Barat Daya.

Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemekaran Papua ke dalam beberapa provinsi dengan status otonomi khusus sangat penting untuk menjaga dan mempertahankan NKRI.  Dengan terbentuknya provinsi baru, maka penyelenggaraan urusan pemerintahan menjadi lebih efektif dan efisien mengingat luasnya daerah di Papua. Menurut Yusril, Papua New Guinea (PNG) yang luasnya lebih kecil dibanding Papua, mempunyai 27 provinsi. Sementara Papua yang merupakan wilayah RI, hanya terdiri atas dua provinsi.

Semua peraturan perundang-undangan yang memfasilitasi pemekaran telah cukup. Yang belum ada bagi pemekaran di Papua adalag kemauan politik Pemerintah Pusat dan DPR. Presiden Megawati pernah menyiapkan RUU pembentuan Provinsi Papua Barat Daya, namun urung diajukan karena telah dekat Pemilu 2004. Di era Presiden SBY upaya pembentukan provinsi ini terhenti karena moratorium. Sampai sekarang, di era Presiden Jokowi, aspirasi masyarakat Papua ini tetap tidak terujud.

Dalam memenuhi permintaan Presidium Papua Barat Daya ini, Yusril mengatakan akan mengkaji ulang semua dokumen yang ada. Dia berkeinginan membantu melalui lobby dan jalur hukum. “Sayang PBB tidak punya fraksi di DPR RI. Kalau ada, kami akan perjuangkan pembentukan Provinsi Papua Barat Daya ini agar segera terujud, sebagaimana PBB mensponsori pembentukan Provinsi Banten, Bangka Belitung dan Kep Riau”. Demikian pungkas Yusril kepada media di Sorong, Papua Barat.*