Sabar Sitanggang
Kepala Sekretariat Lembaga Advokasi dan Pembelaan Hukum Bulan Bintang Pusat
sumber : http://www.suara-islam.com/read/kolom/opini/25423/PBB-Siapkah-Menjadi-Anshar
“Kata berjawab, gayung bersambut. Pucuk dicinta, ulam tiba!” Begitu ungkapan lama Puak Melayu menyebutnya. Ungkapan yang penuh makna. Dan ungkapan lama itu itu menjadi tampak relevan saat ini, setidaknya menggambarkan kegentingan tahun-tahun politik ke depan, hubungannya dengan posisi politik umat Islam khususnya.
Beberapa waktu lalu, tak lama berselang, setelah Prof. Jimly Asshidiqie, Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), mengatakan bahwa sebaiknya HTI berubah menjadi ormas biasa saja,kemudian, bisa bergabung dengan PBB bersama Yusril Ihza Mahendra, Ketua Umum PBB, Prof. Yusril Ihza Mahendra, yang juga rekan se-almamater Prof. Jimly itu, merespon, “PBB siap sedia untuk menerima HTI dan FPI untuk bergabung. Saya menilai, saran Prof Jimly adalah saran yang positif dan mudah-mudahan mendapatkan respons yang positif pula dari para ikhwan anggota HTI yang dibubarkan dan anggota FPI di seluruh Tanah Air.” Meskipun, respons Prof. Yusril itu, masih ada catatan pinggirnya, “...dengan tentunya, mengharapkan para ikhwan tersebut memahami dan menerima AD/ART, Tafsir Asas, program, dan tujuan perjuangan PBB,” kata Prof. Yusril.
***
Usai memenangi sengketa proses Pemilu di Bawaslu atas KPU yang memutuskan bahwa PBB tidak memenuhi syarat verifikasi faktual, beberapa survei singkat atas elektabilitas PBB menunjukkan peningkatan signifikan. Popularitas Prof. Yusril pun terdongkrak naik. Pembelaan Prof. Yusril, yang diidentikkan dengan PBB sendiri, terhadap HTI di Pengadilan dan terhadap diri Imam Besar FPI, telah melahirkan simpati yang luar biasa dari berbagai elemen ormas Islam khususnya dan tokoh-tokoh secara individual, bahkan kalangan artis.
Lepas dinyatakan menang dan sebagai perserta Pemilu bernomor urut 19, PBB kebanjiran dukungan dan peminat calon legislative (caleg). Sampai tulisan ini diturunkan, beberapa tokoh ormas, kelompok masyarakat, artis, pengusaha, telah silaturrahim ke Markas Besar dan kantor Wilayah serta kantor Cabang PBB. Bahkan sudah ada yang mengambil formulir pendaftaran caleg, baik untuk tingkat DPR RI, DPRD Propinsi, dan atau DPRD Kabupaten/Kota. Apakah ini era kebangkitan partai yang mengambil insipirasi dan perjuangan politiknya dari pendahulunya, Partai Masjumi?
***
Mencermati fenomena yang cepat ini, penulis teringgat dengan kisah indah sepanjang masa. Kisah tentang bagaimana Pemimpin Besar Umat Islam Dunia dan Akhirat, Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, membangun dan menunjukkan serta memaknai apa itu arti persaudaraan dalam perjuangan.
Ini sekelumit kisah haru yang tercatat dalam sejarah! Kisah yang dibangun oleh Iman Tauhid yang terpatri kuat dalam dada kaum Muslimin di zaman pengasuhan Rasulullah. Sepenggal kisah sederhana yang indah, namun, untuk ukuran hari ini, ‘terasa sulit’ untuk kita ulangi. Apatah lagi telah lahir sekat-sekat struktural dan hubungan-kuasa di dalamnya.
***
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhumenceritakan: Ada seseorang yang mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam(dalam keadaan lapar), lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke para istri beliau. Para istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali air”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: “Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah seorang kaum Anshâr berseru: “Saya!”
Lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke rumah istrinya, (dan) ia berkata: “Muliakanlah tamu RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam!” Istrinya menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali jatah makanan untuk anak-anak”.
Orang Anshâr itu berkata: “Siapkanlah makananmu itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!” Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya. Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar. Keesokan harinya, sang suami datang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: “Malam ini Allah tertawa atau ta’ajjub dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya, (yang artinya): “…dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”
Itu satu cerita. Rela menahan lapar demi saudaranya.
***
Dan ini cerita berikutnya. Cerita yang mungkin akan membuat kita berpikir dua kali, hari ini. Cerita tentang langkah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang cerdas dan bijaksana, yang mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshâr. Dan cerita yang indah, cerita antar dua orang yang dipersaudarakan oleh Manusia Agung, adalah cerita tentang‘Abdurrahmân bin ‘Auf Radhiyallahu‘anhu dengan Sa’ad bin Rabi’Radhiyallahu ‘anhu.
Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu berkata kepada saudaranya ‘AbdurrahmânRadhiyallahu ‘anhu: “Aku adalah kaum Anshâr yang paling banyak harta. Aku akan membagi hartaku setengah untukmu. Pilihlah di antara istriku yang kau inginkan, (dan) aku akan menceraikannya untukmu. Jika selesai masa ‘iddah-nya, engkau bisa menikahinya”.
Demi saudara yang bahkan bukan sedarah! Membagi setengah harta yang dimiliki dan menceraikan istri yang diingini oleh Saudaranya? Rasanya sesuatu sekali untuk zaman now!
Mendengar pernyataan saudaranya itu, ‘Abdurrahmân Radhiyallahu ‘anhumenjawab: “Aku tidak membutuhkan hal itu. Adakah pasar (di sekitar sini) tempat berjual-beli?”
Lalu Sa’ad Radhiyallahu ‘anhumenunjukkan pasar Qainuqa’. Mulai saat itu, ‘Abdurrahmân Radhiyallahu‘anhu sering pergi ke pasar untuk berniaga, sampai akhirnya ia berkecukupan dan tidak memerlukan lagi bantuan dari saudaranya. Dan‘Abdurrahmân Radhiyallahu ‘anhu pun akhirnya menjadi salah seorang Sahabat yang susah menghitung jumlah hartanya.
***
Cerita di atas, seperti tertulis di semua buku sejarah dunia, berakhir happy ending.Kekhalifahan Islam dalam keseluruhannya berkembang menguasi lebih dari 1/3 dunia. Dan cerita itu akan terus disampaikan oleh para Khatib, Ustadz, Guru, dan Muallim di seluruh pelosok dunia. Cerita tentang mulianya persaudaraan dan seiman dan mendahulukan kepentingan saudaranya.
Nah, dalam konteks dengan tantangan Prof. Jimly yang dijawab lugas oleh Prof. Yusril, dengan mengajak bergabung HTI dan FPI, dan ormas-ormas Islam serta berbagai kalangan, yang hari-hari belakangan ini merapat ke PBB untuk bisa berpartisipasi positif, setidaknya sebagai Caleg dari PBB pada Pmilu 2019, pertanyaan terpenting adalah:
Siapkah PBB menjamu saudaranya, seperti Anshar yang menolong Saudara Muhajirinnya? Bisakan PBB menjadi kaum Anshar, golongan yang rela bersaudara dengan Muhajirin, yang bukan saja menawarkan kebun terbaik yang dimilikinya (asset) dan membagi setengah hartanya untuk dipilih saudaranya, bahkan lebih dari itu,ikhlash menceraikan istrinya –bila lebih dari 1, dan mempersilahkan saudaranya untuk memperistrinya bila dia menginginkannya?
***
Apa arti tafsir politik dari syarat dan tantangan serta ajakan Prof. Yusril, yang hari-hari ini menunjukkan respon positif, gayung bersambut dan buku bersambung itu?
Dengan aturan norma yang tegas mengatur pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yakni tentang Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold) 4% suara sah nasional pada Pileg 2019 bagi partai peserta pemilu 2019 yang akan diikutkan dalam pembagian kursi DPR RI, maka akan menjadi persoalan besar bagi PBB bila tak segera berbenah dan membuka diri bagi masuknya elemen umat yang lain. Modal yang kurang dari 1,8% hasil pemilu 2009, dan turun menjadi kurang dari 1,6% hasil pemilu 2014, bermakna bahwa ‘Laskar PBB harus bekerja ekstra, dua setengah kali lipat lebih giat dari sebelumnya, Pemilu 2014!”
Pertanyaan berikutnya, adalah, “Apakah terjadi peningkatan jumlah infrastruktur partai hari ini 2, 5 kali jika dibandingkan dengan infrastruktur 2014 yang memang belum terselesaikan?”
“Apakah ada penambahan jumlah anggota partai hari ini sekurang-kurangnya 250% dibandingkan tahun 2014?”
Atau yang lebih konkret adalah menjawab pertanyaan, “Apakah kerja-kerja politik organ dan fungsionaris PBB telah meningkat sekurang-kurangnya 2, 5 kali lipat hari ini?”
Atas ketiga pertanyaan mendasar di atas, penulis ragu menjawab “Ya!” atau “Ada!”.
Karenanya, angkah terpenting dan segera harus dilaksanakan oleh PBB adalah, mempersiapkan jamuan berupa pemetaan daerah pemilihan, dan menyajikan daerah pemilihan yang subur, sedang dan kritis, nantinya akan disajikan dan ditawarkan untuk dijadikan persembahan terbaik untuk saudaranya para Muhajirin, yang datang sukarela, atau yang memang diundang dan dipersilahkan oleh Ketua Umum sendiri, yakni HTI dan FPI dan ormas dan ormas-ormas Islam lainnya serta berbagai kalangan.
Bukankah ‘kebun terbaik’ milik Anshar adalah ‘Daerah Pemilihan Terbaik, bagi caleg dalam Pileg 2019 nanti! Bukankah setengah harta adalah informasi tentang potensi partai terbaik yang memungkinkan berpeluang meraih kursi, dalam Pemilu 2019 yang akan datang?
Dan, Bukankah ‘rela menahan lapar’ dan ‘menceraikan istri yang diingini’ adalah privilege dan kuasa yang siap dilepaskan, bila hal itu diperlukan untuk mencapai tujuan sukses 2019?
Bila para fungsionaris, pimpinan dan pengambil keputusan dan kebijakan dalam tubuh PBB bisa menjawab ketiga pertanyaan terakhir, tentang ‘Bukankah’ ini, maka tantangan Prof. Jimly yang direspons positif oleh Prof. Yusril, dua sahabat yang penuh catatan sejak sama-sama di Universitas Indonesia, menjadi bermakna.
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshâr) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). [QS. 59:9]”
Wallahu a’lam bishshawwab!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar